Misteri Kampus IPB, Telfon Umum
Please jangan anggap ini artikel HOAX tapi anggap saja teman cerita perjalanan Anda (jadi kayak Antimo). Kenapa jangan anggap HOAX? Karena teman-teman yang menceritakan pengalaman-pengalaman yang tak biasa ini, memang (menurut) mereka mengalaminya. Bahkan ada diantaranya, yang sempat kembali ke tempat asalnya sementara waktu karena merasa trauma, minta ijin kepada dosen mereka untuk kembali ke daerah asal dulu untuk menenangkan pikiran, lantaran kejadian yang telah dialami.
Sosok Berbeda
Baiklah cerita perdana, kita mulai dari salah satu teman kita, Sister dari jurusan ITK. Oh ya, semua cerita yang ditulis di sini datang only from ceritanya para alumnus Angkatan 97 Kr34tif ya. Namanya tak ingin diungkap, jadi kita panggil Sis aja ya, kependekan dari Sister ITK. Jadi si Sis ini memang sudah sering mengalami penglihatan yang tak biasanya, sejak jaman dia sekolah di Makassar, Sulawesi Selatan. Sis ini sejak TPB sudah sering melihat hal-hal yang aneh di seputar kampus IPB University di Darmaga.
Tapi kejadian di tahun 1998 itu, saat memasuki smester IV, memang membuat jantungnya berdegup keras karena menahan rasa takut. Saat itu dia sedang di kamar kost tempat dia tinggal, di kawasan Cibanteng. Nama kost tempatnya tinggal saat itu, adalah Fuku-Fuku. Waktu itu dia sedang bercermin. Lalu sekelibat dia seperti melihat sesuatu di jendela, lewat pantulan cermin. Lalu dia kembali menatap jendela itu lewat cermin. Ternyata tidak ada apa-apa. Dia pikir, "Apa saya sedang halusinasi?"
Sempat dia merasa takut untuk melangkah ke jendela tadi. Waktu menunjukkan pukul 17.50 menjelang waktu matahari tenggelam saat itu. Tapi karena dia yakin bahwa semuanya baik-baik saja, akhirnya dia beranikan melangkah ke jendela. Tampak ternyata ada celah sekitar 7-10 cm lantaran ternyata jendela belum tertutup rapat. "Baiklah. Aku tutup saja jendela ini," ungkapnya.
Saat dia menutup jendela, suara "kreot" "kreot" terdengar dari engsel. Dia pun melirik ke arah engsel. Saat matanya kembali fokus ke jendela, ternyata di hadapan mukanya ada sosok yang berbeda. Kurus, tinggi, tertutup rambut hingga ke lututnya.
Semakin ke bawah Sis itu melihat sosok itu, dia hanya mendapati kain putih seperti kafan yang panjang melantai. Jantungnya berdegup keras. Dia menatap cukup lama si sosok di hadapannya yang sedang berdiri dekat sekali dengan jendela itu. Hanya melalui celah yang hanya sedikit itu dia tatap si sosok berbeda itu. Lama-lama dia merasakan kakinya lemas dan semakin lemas. Tanpa dia sadari, pandangannya jadi kabur dan dia tak sadarkan diri. Saat bangun, ternyata sudah menunjukkan waktu setelah isya. Sayangnya Sis ini tak mau cerita siapa sosok itu...
Telfon Umum
Cerita ini datang dari teman kami, asal Surabaya. Dia hanya setahun kuliah S1 di IPB University. Penyebabnya, entah dia diterima UMPTN lagi atau entah karena penyebab ini. Apa penyebab yang dimaksud? Simak terus cerita ini. Kami panggilnya Didit, dari Fapet. Entah jurusan apa si Didit ini. Dia tinggal di salah satu rumah kost Jl. Perwira bersama kawan-kawan TPB antarjurusan dan beberapa senior. Singkat cerita si Didit ini mendapat tantangan. Katanya tantangan itu datang dari orang yang duduk di halte GWW. Memang halte itu selalu ramai orang menunggu angkot.
"Siapa Dit?" tanya seniornya di kost.
"Emboh. Pokok e dia cantik. Aku bahkan pengen ketemu dia lagi."
"Anak fakultas mana?"
"Emboh. Ketok e (Sepertinya) dia bukan anak kampus deh. Soalnya aku tanya, dia cuma senyum. Senyumnya itu lho, aduh manis banget. Dan suka mengalihkan perhatian, kalau ditanya itu lagi."
"Oh gitu. Tantangannya apa Dit?"
"Katanya kalau mau ketemu dia lagi, kontak aja nomor ini. Ada dua nih nomornya."
"Coba lihat.."
Mereka pun melihat nomor tersebut. Tercatat nomor itu 666xx04 dan satu lagi 666xx40 dengan dua angka "xx" yang juga bertukar posisi seperti 04 dan 40 di digit terakhir itu. Lalu dengan nada meremehkan, senior Didit mengatakan, jangan-jangan itu adalah nomor pelayanan sedot tinja. Didit dan dia tertawa cekikikan. Waktu demi waktu, hari demi hari berlalu, Didit pun melupakan nomor itu. Namun suatu hari, di waktu magrib menjelang makan malam, dia tak sengaja kembali menemukan catatan nomor itu, di sudut meja belajarnya di kamar.
Melihat nomor itu dia jadi ingat seniornya, yang mengira nomor itu layanan sedot tinja. Akhirnya Didit mendatangi kamar seniornya, yang hanya berjarak dua kamar darinya. Senior itu dulunya adalah mahasiswa S1 Fahutan. Namun usai setahun TPB dia DO karena IPK yang tidak melebihi 1,30 dan kini si senior itu melanjutkan kuliah di program D3 Fapet.
"Mas, ingatkah nomor ini?"
"Oh ini, yang tukang sedot tinja itu ya? Haha.."
"Yuk coba kita telfon."
"Ayo, ayo, kita telfon dari Telepon Umum GWW ya."
Singkat cerita lagi, Didit dan seniornya makan malam bersama. Usai makan, mereka tak langsung ke lokasi Telfon Umum di GWW, namun bertemu dengan kawan-kawan lainnya di sepanjang Jl. Babakan Raya dan menyempatkan diri untuk kongkow dulu hingga mendekati pukul 10 malam. Setelah itu, barulah keduanya mencoba menelfon lewat Telfon Umum GWW. Di tengah jalan, seniornya pun mengatakan, "Kita tes saja. Kamu yang nomor ini, aku yang satunya. Kita telpon bareng. Aku dari wartel deh, kamu dari telfon koin yang di situ, toh nomor telfon lokal ini."
Didit pun sepakat. Si senior pun menelfon dari wartel dan Didit dari Telfon Umum dekat GWW. Dan rupanya apa yang terjadi? Pasca menelfon, keduanya jadi berlaku aneh. Si senior menangis tersedu di dalam wartel sambil menutup matanya, dengan suara cukup mengganggu sekitar. Karena mengganggu, penjaga wartel pun menegur. Namun seperti tidak digubris, senior itu tetap menangis tersedu seperti anak kecil meminta permen tapi tidak dibelikan. Penjaga wartel pun terheran dan dia mencoba mencolek si senior itu. Tapi seperti tidak ada respon, dia tetap saja menangis tersedu.
Sampai akhirnya ada pengunjung lain yang mencoba menampar si senior dengan bacaan doa. Akhirnya si senior pun segera tersentak sadar. Dia pun melihat ke sekitarnya dan semakin ketakutan. Lalu dia teriak, "Jangaaan! Ampun! Jangaaan!" dan berlari kencang meninggalkan mereka di wartel. "Woi! Mas! Bayar dulu!" teriak penjaga wartel sambil mengejar. Namun rupanya senior itu berlari sangat kencang dan tak terkejar oleh penjaga wartel. Akhirnya tagihan telfon itu dibayar oleh salah satu pengunjung wartel yang merasa kasihan dengan penjaga wartel.
Bagaimana dengan Didit di Telfon Umum GWW? Didit ditemukan tertidur pulas di bawah Telfon Umum GWW hingga matahari pagi terang benderang. Tak ada satu pun orang lewat yang berani membangunkan dirinya, yang tampak tertidur pulas, hingga dia bangun sendiri. Didit bangun dengan langsung terbelalak seperti ketakutan.
Dia pun melihat sekeliling dan menyadari sudah pagi, kemudian akhirnya dia bergegas buru-buru kembali ke kost. Sampai di kost, dia tak langsung ke kamarnya tapi ke kamar si senior. Ternyata kamar senior itu terkunci. Dia pun menggedor kamarnya. Tak lama kemudian terdengar seniornya teriak dari dalam kamar, "Jangan! Pergi! Jangan nanyikan lagu itu lagi! Jangan!" Didit pun jadi semakin gusar dan menjauh dari kamar seniornya itu. Dia pun berlari ke musala yang tak jauh dari kost. Di situ dia mencari penjaga musala, yang kebetulan sedang bersih-bersih kamar mandi musala.
Dengan panik dan terburu-buru Didit langsung mendekati penjaga musala. Penjaga musala itu bertanya, "Kenapa mas..? dengan nada santai. Saat Didit melihat wajah si penjaga masjid dia pingsan di tempat. Apa yang sebenarnya terjadi?
Kejadian tersebut sempat menjadi buah bibir penduduk daerah Bara dan Badoneng di awal-awal 1998 seiring dengan terjadinya wabah Hepatitis A di kawasan IPB Darmaga. Setelah Didit tidak lagi di IPB dan pindah kuliah, berdasarkan cerita yang dihimpun, dimulai dari si senior, ternyata si senior mengaku sempat mendengar suara perempuan dari sambungan nomor telfon yang dia tuju. Mereka sempat ngobrol, saling bercanda, merayu, hingga akhirnya si perempuan mengatakan ingin menyanyikan sesuatu untuk si senior itu.
Setelah mendengar suara dari si perempuan itu, si senior mengaku merasa seperti terhipnotis dan dirinya merasa seperti berada dalam mimpi, dimana dia melihat dirinya sedang berhadapan dengan orang-orang yang dikenalnya tapi yang sudah meninggal.
Sedangkan Didit, dia mengaku sempat juga bercakap lewat Telfon Umum itu. Katanya, di percakapan itu, Didit sempat menggombal kepada perempuan yang menjadi lawan bicaranya di ujung telfon. Karena menjadi kian akrab lewat percakapan tersebut, Didit pun mengatakan bahwa dirinya ingin sekali mendatanginya malam itu juga.
Si perempuan itu mengatakan bahwa dia juga ingin bertemu Didit. Semakin bergairah dengan percakapan itu, Didit pun meminta alamat rumahnya dan segera ingin menutup telfon, lalu mendatangi rumah si perempuan itu. Namun perempuan itu mengatakan, tak perlu Didit mendatangi rumahnya, karena katanya, dia dekat sekali dengan Didit. Perempuan itu menyuruh Didit melihat ke belakangnya. Dan setelah menoleh ke belakang Didit pun pingsan. Karena ternyata, apa yang dia lihat amat sangat menyeramkan, begitu juga saat dia melihat si penjaga musala yang ternyata pagi itu tidak sedang di musala.
Well, sepertinya masih banyak cerita yang akan ditulis dari pengalaman teman-teman lainnya. Nantikan artikel berikutnya yaa..